Rangkaian transaksi bisnis antara pelaku usaha dengan konsumen menimbulkan ragam gesekan yang umum terjadi dari dulu hingga saat ini. Seperti misalnya kelebihan pembayaran, pengembalian barang, pembatalan pembelian dan masih banyak lagi persoalan jual beli yang menjadi kendala dalam praktek jual beli.
Jaminan mutu dan kepuasan pelanggan menjadi dua titik yang wajib dijaga keseimbangannya, sehingga ekosistem yang melindungi kepentingan konsumen dan pelaku usaha dapat tercipta melalui perilaku perekonomian yang sehat. Seperti bahasan mengenai refund yang akan diulas kali ini, berkaitan dengan salah satu jaminan yang didapat oleh pelanggan dan sebagai bentuk layanan yang diberikan dari sisi penjual.
Definisi Refund
Seperti yang kita ketahui, refund adalah pengembalian dana yang dilakukan oleh penjual atas pembatalan pembelian barang atau jasa, kelebihan pembayaran, hingga kerugian pembeli atau customer.
Refund adalah sebuah bentuk dari garansi, dimana garansi itu sendiri merupakan jaminan atau tanggungan yang didapatkan ketika pelanggan telah membeli sebuah produk.
Kebijakan Refund di Indonesia
Dari sisi pelaku usaha, diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menggolongkan bahwa kebijakan pengembalian dana atau refund merupakan tanggung jawab dari pelaku usaha,
Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Ganti rugi sebagaimana dimaksud dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dimana refund merupakan kategori dari pemberian ganti rugi tersebut, dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi terjadi.
Pemberian ganti rugi ini tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan. Namun, apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen, maka ketentuan mengenai jerat pidana tidak berlaku.
Apabila terdapat perjanjian jual beli, maka pelaku usaha dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku yang berbunyi menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh konsumen (UU No 8 Tahun 1999).
Dilihat dari kacamata Undang-Undang yang sama dari sisi konsumen, pengembalian dana merupakan hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Regulasi mengenai refund juga diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE), dimana pada Pasal 71 menyebutkan bahwa:
Setiap PPMSE dalam negeri dan/atau PPMSE luar negeri yang menerima pembayaran wajib memiliki atau menyediakan mekanisme yang dapat memastikan pengembalian dana Konsumen apabila terjadi pembatalan pembelian oleh Konsumen.
Apabila penjual enggan mengembalikan dana yang sudah menjadi hak dari konsumen, maka penjual dapat dijerat wanprestasi atas perkara yang terjadi. Seperti yang tercantum pada Pasal 1239 KUH Perdata yaitu
Tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak memenuhi kewajibannya.
Perbedaan Refund Dengan Retur Dan Reject
Pada dasarnya prinsip ekonomi pelaku usaha adalah mendapat keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal seminimal mungkin. Prinsip ini sangat potensial menimbulkan ketimpangan yang terjadi pada kualitas pelayanan, yang menyebabkan ruang gerak konsumen terbatas.
Apa lagi sering sekali terjadi kasus dimana pembeli menerima barang yang tidak sesuai dengan standar yang semestinya atau produk reject. Produk atau barang reject merupakan produk yang tidak layak konsumsi dimana seharusnya produk tersebut tidak lolos quality control.
Apabila demikian, maka pembeli dapat mengajukan permohonan retur atas barang yang ia terima. Artinya barang yang sudah dibeli akan dikembalikan kepada penjual, atau dengan kata lain pengembalian barang kepada pelaku usaha ini juga dapat disertai dengan pengembalian dana kepada konsumen.
Contoh Kasus Refund
Pemerintah mengeluarkan keputusan larangan aktivitas mudik lebaran mulai tanggal 6 sampai 17 Mei 2021 lalu. Hal ini mengakibatkan pembatalan tiket transportasi baik itu darat, laut maupun udara yang telah dibeli oleh konsumen.
Pemerintah melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi memberikan instruksi bahwa:
Pengendalian transportasi dalam rangka pencegahan penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) adalah pengendalian dalam bentuk pembatasan moda transportasi.
Dampak yang sangat dirasa signifikan terjadi pada penyedia jasa layanan transportasi, karena mau tidak mau mereka wajib melakukan sejumlah pengembalian dana kepada para pembeli secara penuh maupun terpotong biaya pajak dan administrasi. Walaupun mengingat kejadian ini tidak pernah diduga sebelumnya, inilah konsekuensi yang harus dihadapi.
Hingga akhirnya, tanggung jawab pelaku usaha atas pembatalan tiket transportasi akibat wabah pandemi Covid 19 termasuk ke dalam bentuk memberikan kompensasi ganti rugi pengembalian uang tiket 100% dan voucher kepada konsumen (penumpang) atas biaya tiket pesawat yang telah dibatalkan.
Demi terpenuhinya ketetapan yang telah diatur oleh pemerintah dan menghindari dari jeratan wanprestasi, yang bisa memberikan dampak kerugian ganda bagi pelaku usaha.
Pentingnya Layanan Refund Bagi Bisnis
- Meningkatkan Kepercayaan Konsumen
- Menciptakan Iklim Usaha Yang Kondusif
- Tunduk Pada Peraturan Pemerintah